Translate

Rabu, 29 Mei 2013

make up

MAKE UP
By : Aurora Ade Rotama


Aaaa…teriak Miki menahan rasa sakit yang ia derita, luka bekas sayatan menganga dengan darah segar mengalir deras, ditengah hujan deras yang mengiringinya tertatih pulang. Itulah yang dirasa oleh Miki, lukanya amat dalam hingga membekas di hatinya. Apa yang sebenarnya terjadi?

            Disinilah cerita ini dimulai, Miki Ardian Wiliandri itulah namanya. Seorang putra tunggal, ayahnya adalah salah satu Direktur di perusahaan Unilever sedangkan ibunya adalah seorang pemilik hotel terkenal “AW”. Namun keluarga Miki tidaklah harmonis ayah Miki yang merupakan seorang Direktur menjadikannya lupa akan kehidupannya sebagai seorang kepala keluarga, ayahnya tinggal di Australia sedang ibunya tinggal di Amerika, dan Miki tinggal bersama dengan Kakeknya. Berlatar belakang kehidupan yang mewah menjadikan Miki seorang yang manja, pendiam, dan kurang pergaulan.

            Hari ini adalah hari pertama dalam seminggu Miki menginjakkan kakinya dii sekolah. Ia adalah seorang siswa dari SMA ternama di kotanya. Tak seperti teman- temannya yang memasang wajah- wajah berseri- seri tanpa dosa dengan senang memasuki kelas mereka masing- masing dengan bercanda- gurau, tetapi tidak dengan Miki ia yang pendiam menyebabkan ia sulit untuk bergaul dan akibatnya tentu saja teman- temannya menganggapnya sombong. “Mik…!!!”, panggil dua orang anak yang tak asing lagi bagi Miki “Rakun, Mila?” jawab Miki meyakinkan, “Gimana…kamu udah ngerjain PR matematika, bahasa Indonesia sama Biologi?” tanya Rakun yang merupakan panggilan akrab untuk Raka Fadel Akbar yang selalu tampil berseri dengan mata bergaris (menggunakan eye liner) dengan pipi yang merah, “Bel…lum,” jawab Miki santai, “Ha…Gila kamu tu gimana sih entar kalo kamu dimarahin gimana coba?” respon Mila yang berlaga sok perhatian sama Miki, ya memang Milawati Harum Kusuma Bangsa sudah sejak lama menyukai Miki, maklumlah dengan perawakan Miki yang berbadan tinggi, putih dan mirip dengan artis- artis korea gitulah yang menjadikan kaum hawa klepek- klepek terutama karena senyum maut si Miki, namun karena Miki dan Mila sudah bersahabat sejak lama sehingga Mila menganggap Miki sebagai adiknya karena sifat Miki yang manja dan kekanak- kanakan.

            Begitulah Miki, Raka, Mila menjalin persahabatan yang akhirnya banyak dikenal oleh teman- teman mereka dengan sebutan 3 serangkai. Hari- hari Miki dilaluinnya hanya dengan sahabatnya yang selalu setia menemaninnya. “ Miki gimana tadi belajarnya di sekolah, bisa?” tanya kakek miki, “ ya…gitulah kek” jawab Miki. Semenjak orang tua Miki bermasalah hak asuh terhadap Miki deberikan kepada kakeknya beserta kepengurusan hotel AW. Sehingga kakek Miki sangat memperhatikan Miki. “Huh..capeknya” keluh Miki, tak berapa lama Miki pun telah tertidur lelap.

            Keesokan harinya, “ awan putih, langit biru, membentang indah lukisan yang kuasa…” lagu dari tasya mengiringi pagi Miki. Hari ini adalah HUT sekolah Miki, untuk memeriahkannya setiap kelas diwajibkan untuk menampilkan sebuah karya seni. Nah, hanya kelas Miki saja yang belum dan sialnya Miki mungkin, ia ditunjuk oleh teman- temannya untuk menyanyi di panggung. “Miki kamu kan pinter nyanyi jadi kamu aja ya… yang ngisi pentas seninya?” ucap salah satu teman Miki, “He…aku?” tanya Miki meyakinkan, “Iya kamu…emang sapa lagi?” kata Mila meyakinkan. Dengan terpaksa Miki menyanyi, segera ia meminjam keyboard untuk dimainkan bersama dengan lagu yang ia bawakan, “Miki…Miki…Miki” sorak teman- teman Miki member semangat.

            Jari- jari Miki dengan lihainya memainkan tut- tuts keyboard, ia membawakan lagu Brian Mcknight berjudul “One Last Cry”. “Kyaa! Miki” sorak penonton, yah siapa sih yang ndak kagum sama bakat Miki, selain wajahnya menunjang dia juga punya bakat nyanyi dan bermain musik. Setelah selesai Miki dan sudah bisa ditebak para cewek langsung mengerubungi si “manis” biasa kayak semut, malah ada yang sempat towal- towel pipi Miki segala, Ckckck.

            Semenjak hari itu Miki menjadi anak terkenal (artis dadakan) di sekolah tetapi hal tersebut juga membuat Miki banyak masalah, salah satunya dengan kakak kelas yang tidak terima karena pasangannya putus gara- gara suka sama Miki. “ Heh! anak kelas satu! Kamu tau diri dong! Kamu tuh udah rebut pacar aku dari aku!” bentak kakak kelas yang bernama Viga sambil menarik kerah seragam Miki. Karena Miki tidak bisa berkelahi, jadinya dia menyiasati “ Aduh gimana nih? Aku kan ndak bisa berkelahi, Aha! Aku puny aide aku kasih senyum mautku aja” fikirnya dalam hati, setan apa yang merasuk tapi ide itu tetap dilaksanakan dan sudah jelas senjata senyuman maut itu tidak mempan soalnya yang di serangkan cowok. “Udah berhenti!!!” teriak Raka melerai “Kalian tu kayak anak kecil tau ndak…masa` kayak gitu aja sampai kayak gini!” tambahnya lagi dan akhirnya pertengkaran tersebut berhasil dilerai. Bukannya berterima kasih, Miki justru marah sama sahabatnya itu “ Ngapain sih kamu ikut campur masalahku!! kamu iri ya…sama ketenaranku?” bentak Miki ke Raka dan kemudian pergi. “Eh…Ka ko Miki jagi gitu sih?” tanya Mila, “Hooh…aku ya ndak tahu.”

            Persahabatan mereka pun mulai retak, semenjak kejadian itu Miki dan Raka saling diam sedangkan Mila ikut- ikutan diam karena takut mereka salah sangka. Selama itu Raka semakin pendiam, semakin kurus dan sering terkena penyakit, ia juga sering tak mengikuti olahraga karena alasan fisiknya lemah. Satu minggu telah berlalu, pembicaraan ini dimulai di kantin sekolah ketika itu Miki sedang enaknya makan mie ditemani dengan susu coklat milo dingin. “ Miki…aku mau minta maaf soal kejadian waktu itu?” pinta Raka, “ Ngapain sih Kun lupain aja!, ndak penting tahu ndak!”  jawab Miki dengan ketus, “ Tapi kamu masih marahkan sama aku?” tanya Raka lagi, Miki tak merespon dan segera pergi meninggalkan Raka, hal itu dilihat oleh Mila dan ia hanya bisa berkata kepada Raka kalau dia harus bersabar.

            Minggu- minggu ini raka semakin terlihat tak bersemangat sekali dalam belajar, ia pun sering ke kamar mandi dengan membawa tas yang tak diketahui isinya apa. Suatu ketika Angga teman sekelasnya ingin tahu dan mengambil tas tersebut dengan paksa dan ia membukanya “Hah! Kosmetik!” teriaknya keras, sehingga seluruh kelas mendengar dan kemudian tertawa, “Hahaha…masak sekolah bawa kosmetik!” ucap salah seorang teman mengolok Raka. Akibat hal tersebut atau bukan tapi yang jelas keesokan harinya Raka tidak masuk, hingga seminggu ia tak masuk sekolah. Hal tersebut tentu membuat sahabatnya Mila khawatir dan hendak bertanya kepada Miki tetapi didahului oleh Miki, “ Mil ka…ka…mu tahu…Raka ndak?” yah meski mereka masih memiliki masalah tetapi mendengar dan mengetahui sahabatnya sakit selama seminggu tanpa sebab yang jelas membuat Miki menjadi penasaran dan khawatir. “La… ya itu tadi aku mau tanyak sama kamu!” jawab Mila yang malah ganti bertanya. Hingga pada siangnya pak Tio yang merupakan wali kelas datang dan meminta ijin kepada guru pengajar yang pada saat itu adalah bu Nur sebagai guru matematika. “ Anak- anak ada berita duka yang ingin bapak sampaikan…bahwa tadi pagi Rak Fadel Akbar telah meninggal dunia, oleh karena itu bapak meminta 3 anak perwakilan untuk melayat ke rumahnya” kata pak Tio lantang dan serentak hal tersebut membuat teman- temannya tersontak kaget. Miki, Mila dan terakhir Angga yang terpilih untuk melayat ke rumah Raka, “ Heh...Angga, diakan yang ganggu Raka” Mila kaget.

            Setibanya di rumah Raka terlihat bendera putih berkibar di depan rumah dan terbaring kaku jenazah Raka Fadel Akbar di ruang tamu dengan para pelayat berbaju hitam mengelilinginya. “Bu…kami dari sekolah perwakilan para guru dan siswa turut berduka atas meninggalnya putra ibu, yang tabah ya bu…” kata pak Tio, “ Hiks…hu…hem iya pak terima kasih ba…nyak ya...sudah datang” kata ibu Raka dengan menangis. “ Sebenarnya kalau boleh saya tahu Raka ini sakit apa to bu” kata salah satu guru yang ikut melayat, “ Sebenarnya Raka sakit kanker darah (Leukimia) akut, tetapi dia tidak mau teman- temannya tahu” cerita ibu raka, “Hah Raka sakit kanker, dia kok ndak pernah bilang ke aku ya…akukan sahabatnya” batin Miki, “ Tetapi Raka hebat ya bu di beda sama orang lain, biasanya kalau sakit seperti ini pasti pucat sekali dan sangat terlihat ya bu…” kata Pak Tio menegarkan ibu Raka, “ Itu semua karena Make up (kosmetik) yang ia pakai, yah…ia berlatih untuk dapat membuat raut mukanya terlihat tidak pucat dengan itu” tambah ibu Raka, dan ketika mendengar hal itu Angga terdiam dan merasa sangat bersalah karena dia yang membeberkan kalau Raka memakai kosmetik tanpa tahu untuk apa.

            “Loh…kamu Mikikan teman Raka?” tanya ibu Raka, “ i...ya bu” jawab Miki, tiba- tiba ibu Rka bangkit dari duduknya dan mengambil sebuah buku hitam yang kemudian ia berikan kepada Miki “ Sebelum Raka meninggal ia menitipkan pesan untuk memberikan buku ini kepadamu…” kata ibu Raka menjelaskan, “ Ooo…iya bu terima kasih “ ucap Miki. Dalam pemakaman Raka, Miki tidak ikut ia memilih membaca buku tersebut yang ternyata adalah buku harian. Miki membacanya hingga halaman terakhir dan ia segera berlari menuju ke pemakaman Raka. “Miki…kamu mau kemana?” tanya Mila bingung dan segera menyusulnya. Ketika sampai di pemakaman yang tak jauh dari rumah Raka, Miki langsung menangis sejadi- jadinya sambil memeluk nisan Raka, ia membiarkan buku harian tersebut terjatuh terbuka oleh tiupan angin yang menderu kencang dan kemudian Mila datang dan bertanya “ Ada apa Mik?” tapai tak dijawab dan kemudian Mila membaca buku harian yang tergeletak di samping makam Raka, yang berbunyi “Maafkan aku jika aku punya salah kepadamu karena sebenarnya aku hanya ingin berguna diakhir hayatku, maafkan aku tak bisa hidup lebih lama, aku Lemah, tapi ku berharap agar kau dapat lebih kuat dari ku, dan dapat menggapai impian mu” dengan bercak tetesan darah disampingnya dan bertanda untuk sahabatnya.
            Mila pun memeluk pundak temannya Miki, Mila mengajak Miki untuk pulang tetapi ia tak mau dan akhirnya Mila pulang duluan. Sedangkan Miki tetap disana hingga sore hari dan hujan pun mengguyur dengan derasnya disanalah Miki menyesal ia berkata “ Aku adalah teman yang buruk untukmu, aku tak pantas mendapatkanmu sebagai temanku, aku bahkan tak tahu betapa sakitnya rasa itu, oleh karena itu maafkanlah aku karena tak mampu menunggumu lebih lama dan tolong maafkan aku untuk segala- galanya.” Akhirnya Miki pulang dengan berjalan ditengah hujan dia menangis dan ketika itu ia membuka buku harian itu ia mendapati silet didalamnya dengan berlumuran darah. Disitulah Miki menyadari bahwa kematian Raka karena bunuh diri, Miki jatuh tersungkur di jalan. Aaaa…teriak Miki menahan rasa sakit yang ia derita, luka bekas sayatan menganga di tangannya dengan darah segar mengalir deras, ditengah hujan deras yang mengiringinya tertatih pulang. Itulah yang dirasa oleh Miki, lukanya amat dalam hingga membekas di hatinya. Yah…ia menyayat sendiri tangannya berharap bisa membayar semua kesalahannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar